Selamat Datang

Selamat Datang di Negeri Kami...!

Suatu negeri yang selama ini cukup lama mengendap pada tataran das sollen, mengristal dalam bentuk serpihan pemikiran yang senantiasa berkelebat, menuntut keberanian kita untuk mewujudkannya pada bentuk yang konkret..!

Bukan hanya angan semata...!

Semoga...!

Kamis, 04 November 2010

HUKUM KAITANNYA DENGAN IDEOLOGI BANGSA

Membangun Sistem Hukum Indonesia yang Berideologi Pancasila

Oleh: Taufik Firmanto

Pada awalnya konsep negara hukum sangat lekat dengan tradisi politik negara-negara Barat, yaitu konsep ‘rechtsstaat’ freedom under the rule of law. Karena itu liberalisme yang lahir pada akhir abad ke-17 awal abad ke-18 menempati ruang yang sangat esensial bagi konsep negara hukum. Dalam konteks keindonesiaan, kita semua mahfum, bahwa hal tersebut juga berpengaruh secara signifikan dalam bangunan kenegaraan Indonesia. cita Negara Hukum juga telah ditetapkan bangsa ini dalam kehidupan bernegaranya dalam rangka mewujudkan cita-citanya sebagaimana tertuang dalam mukaddimah konstitusi UUD 1945.
Menurut Jimly Assidqhy (2004: 1) Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang dicitakan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, bahwa tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut.
Negara hukum Indonesia yang dapat juga diistilahkan sebagai negara hukum Pancasila, memiliki latar belakang kelahiran yang berbeda dengan konsep negara hukum yang dikenal di Barat walaupun negara hukum sebagai genus begrip yang tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 terinspirasi oleh konsep negara hukum yang dikenal di Barat. Jika membaca dan memahami apa yang dibayangkan oleh Soepomo ketika menulis Penjelasan UUD 1945 jelas merujuk pada konsep rechtstaat. Karena negara hukum dipahami sebagai konsep Barat, Satjipto Raharjo (Lihat Satjipto Rahardjo, 2006: 48) sampai pada kesimpulan bahwa negara hukum adalah konsep moderen yang tidak tumbuh dari dalam masyarakat Indonesia sendiri, tetapi “barang impor”. Negara hukum adalah bangunan yang “dipaksakan dari luar”. Lebih lanjut menurut Satjipto, proses menjadi negara hukum bukan menjadi bagian dari sejarah sosial politik bangsa kita di masa lalu seperti terjadi di Eropa. Akan tetapi apa yang dikehendaki oleh keseluruhan jiwa yang tertuang dalam Pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945, demikian juga rumusan terakhir negara hukum dalam UUD 1945 setelah perubahan adalah suatu yang berbeda dengan konsep negara hukum Barat dalam arti rechtstaat maupun rule of law.
Dalam perjalanan kenegaraan kita, permasalahan-permasalahan yang ada di depan mata dan masih terus mengganggu kenyamanan kita bernegara hukum, antara lain: Pertama, sejak proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah lahir. Sejak kelahirannya itu telah diumumkan mengenai bentuk negara yaitu republik. Di samping itu secara eksplisit diumumkan pula bahwa Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat). Jadi secara formal Indonesia adalah Negara hukum (rechtstaat). Akan tetapi, bernegara hukum tidak cukup pada tataran formal saja, melainkan harus diikuti dengan upaya-upaya mengisi negara hukum tersebut dengan berbagai perangkat dan perilaku hukum agar benar-benar menjadi negara hukum substansial. Pada tataran ini, masih terdapat perbedaan-perbedaan tajam mengenai pemikiran negara hukum; sebagian ingin berkiblat ke Barat, dan sebagian lain ingin membumi pada nilai-nilai kultural Indonesia asli.
Busyro Muqoddas, dkk (1992: vi) menyatakan Pembangunan hukum nasional yang kita laksanakan bukan hanya sekedar dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan polotik guna membayar hutang sejarah yang belum dilunasi terhadap cita-cita proklamasi kemerdekaan. Tetapi juga dimaksudkan untuk menjawab tuntutan social agar hukum dapat memainkan peranan penting sebagai alat rekayasa social dalam proses pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sampai di sini kita tentunya patut merasa prihatin dengan kondisi bangunan hukum di negeri ini. Kita melihat masih cukup banyak hukum warisan colonial yang masih berlaku untuk mengatur kehidupan masyarakat kita, yang tentunya kurang sesuai dengan nilai-nilai filosofis yang tumbuh bersama masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia sebenarnya memiliki pijakan fondamental yang harus dijadikan landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu butir-butir pancasila sebagaimana tercermin dalam Mukaddimah Konstitusi 1945, khususnya alinea ke-4. Pembukaan Konstitusi tersebut di atas, yang memuat butir-butir sila dalam Pancasila, menjadi pedoman yang jelas kehidupan berbangsa dan bernegara. Semangat kedaulatan rakyat semestinya dijadikan prinsip dasar dalam penyelenggaraan negara. Dalam konteks kekinian, semangat tersebut dapat diterjemahkan sebagai pengembangan system politik yang demokratis dan penghargaan atas hak-hak asasi manusia (HAM).
Pancasila sebagai ideologi diartikan sebagai keseluruhan pandangan, citacita, dan keyakinan bangsa Indonesia mengenai sejarah, masyarakat, hukum dan Negara Indonesia sebagai hasil kristalisasi nilai-nilai yang sudah ada di bumi Indonesia bersumber pada adat-istiadat, budaya, agama, dan kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila sebagai ideologi digali dan ditemukan dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat Indonesia serta bersumber dari pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu, ideologi Pancasila milik semua rakyat dan bangsa Indonesia. Dengan demikian, rakyat Indonesia berkewajiban untuk mewujudkan ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena ideologi Pancasila bersumber pada manusia Indonesia, maka ideologi Pancasila merupakan ideologi terbuka. Ideologi yang dapat beradaptasi terhadap proses kehidupan baru dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain tetapi konsisten mempertahankan identitas dalam ikatan persatuan Indonesia.
Pertanyaan kemudian yang perlu kita jadikan bahan renungan bersama adalah: Apakah perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini telah sejalan dengan butir-butir Pancasila sebagaimana amanat Mukaddimah Konstitusi?[]


Yogyakarta, 3 September 2010

Bahan Bacaan:

Dahlan Thaib, dkk. 2005. Teori Konstitusi dan Hukum Konstitusi. cet. Kelima. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Jimly Assidqhy. 2005. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Konstitusi Press. Jakarta.
Mohammad Busyro Muqoddas, dkk (ed). 1992. Politik Pembangunan Hukum Nasional. UII Press, Yogyakarta.
Satjipto rahardjo. 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar